Senin, 25 April 2011

Keperawatan Medical Bedah (ASKEP dengan Klien Kolelitiasis)


PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

            
             Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20 juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20 % wanita dan 8 % pria. Insiden batu kandung empedu di Indonesia belum diketahui dengan pasti, karena belum ada penelitian. Banyak penderita batu kandung empedu tanpa gejala dan ditemukan secara kebetulan pada waktu dilakukan foto polos abdomen, USG, atau saat operasi untuk tujuan yang lain. Dengan perkembangan peralatan dan teknik diagnosis yang baru USG, maka banyak penderita batu kandung empedu yang ditemukan secara dini sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya komplikasi. Semakin canggihnya peralatan dan semakin kurang invasifnya tindakan pengobatan sangat mengurangi morbiditas dan moralitas. Batu kandung empedu biasanya baru menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus. Oleh karena itu gambaran klinis penderita batu kandung empedu bervariasi dari yang berat atau jelas sampai yang ringan atau samar bahkan seringkali tanpa gejala (silent stone).

B.     Tujuan

  • Tujuan Umum

Untuk mengetahui dan memahami lebih dalam lagi yang dimaksud dengan asuhan  keperawatan kolelitiasis.

  • Tujuan Khusus

a.    Untuk mengetahui dan memahami definisi,epidemiologi,etiologi,patogenesis,gambaran klinis,diagnosis,penatalaksanaan dan Asuhan keperawatan pada Kolelitiasis.
b.    Meningkatkan kemampuan dalam penulisan asuhan keperawatan.

D. Ruang Lingkup
Makalah ini hanya membahas mengenai pengertian dari kolelitiasis itu sendiri,beserta patofisiologi yang diantaranya menjelaskan mengenai etiologi,penggalan penyakit, manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan penunjang, pencegahan, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan dari klien kolelitiasis tersebut.

   E. Metode Penulisan
      Makalah yang kami buat menggunakan metode penulisan deskriptif ,yang menggambarkan asuhan keperwatan mengenai  kolelitiasis.

F. Sistematika Penulisan
Pada BAB I Pendahuluan berisikan Latar belakang ,Tujuan yang terdiri dari tujuan khusus dan tujuan umum, Ruang lingkup,Metode penulisan,dan Sistematika penulisan pada BAB II Tinjauan Teoritis yang berisikan Pengertian dan Patofisiologi yang menjeleskan mengenai etiologi,manifestasi klinik,komplikasi,pemeriksaan penunjang,pencegahan,penatalaksanaan medis,dan asuhan keperawatannya itu sendiri.dan pada BAB III Penutup berisikan  kesimpulan dan saran.dan yang berada pada BAB IV adalah  Daftar  pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Pengertian

Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi(brunner and suddarth).Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Gambar 1: Batu dalam kandung empedu
B.                          Patofisiologi
1.                           Etiologi      
                 1. Rasa nyeri dan kolik bilier
                Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga dada.
                   2. Ikterus
               Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
   3. Perubahan warna urine dan feses.
                  Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored ”.
                    4. Defisiensi vitamin
            Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
                   5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
             Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a)      Jenis kelamin
            Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
b)       Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan   usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c)       Berat Badan (BMI)
           Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d)      Makanan
       Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e)       Riwayat Keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
f)        Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
g)       Penyakit Usus Halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
h)      Nutrisi Intravena Jangka Lama
       Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.


2.         Manifestasi Klinik

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitisakut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

C.             Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
a. Asimtomatik.
b. Obstruksi duktus sistikus.
c. Kolik bilier.
d.Kolesistitis akut.
§    Empiem.
§    Perikolesistitis.
§    Perforasi.
e.Kolesistitis kronis.
§    Hidrop kandung empedu.
§    Empiema kandung empedu.
§    Fistel kolesistoenterik.
§    Ileus batu empedu (gallstone ileus).

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

D.             Pemeriksaan Penunjang

a.               Pemeriksaan laboratorium.
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatas alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
b.               Pemeriksaan radiologis.
Foto polos Abdomen:Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis


Kolesistografi.

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.

5. Pemeriksaan darah
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus utama
E.              Pencegahan

1. Berikan informasi verbal dan tertulis kepada pasien dan keluarganya tentang hal berikut: obat-obatan, meliputi: nama, tujuan, dosis, jadwal, tindakan pencegahan, interaksi obat-obat dan makanan-obat, potensial efek samping.
2. Anjurkan pada pasien untuk rutin kontrol ke pelayanan kesehatan (puskesmas, dokter praktik, RS). Segera lapor ke dokter bila muncul gejala : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, rasa kaku pada perut, dan kenaikan suhu tubuh; karena gejala tersebut dapat menunjukkan infeksi atau gangguan pada sistem pencernaan.
3. Instruksikan pada pasien dan keluarga bila muncul gejala-gejala : kuning pada kulit dan mata, air kencing yang berwarna gelap, tinja yang berwarna pucat, gatal-gatal, atau tanda-tanda peradangan dan infeksi, seperti rasa nyeri atau panas.
4. Berikan penjelasan pada klien, bahwa sebagian pasien mungkin mendapatkan “tinja yang lembek” sehingga ia harus buang air besar 1 sampai 3 kali sehari. Jelaskan bahwa keadaan ini terjadi akibat pengaliran getah empedu yang sedikit-sedikit tetapi terus berlangsung melalui sambungan saluran getah empedu-usus duabelas jari sesudah operasi pengangkatan kandung empedu. Biasanya gejala buang air besar yang sering itu akan menghilang dalam tempo beberap minggu hingga beberapa bulan.
5. Fokus pendidikan kesehatan pada klien adalah tentang diit/makanan.
Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi protein (misal : tempe, kacang-kacangan, dsb) dan rendah lemak (misal :jangan makan daging terlalu sering/banyak, kurangi mentega, konsumsi susu yang rendah lemak, dll). Anjurkan pada pasien yang kelebihan berat badan untuk mengurangi berat badannya.
F.              Penatalaksanaan Medis

1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
a. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
b. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
c. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
d. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
e. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
a. Pelarutan batu empedu
Pelarutan batu empedu dengan bahan pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
b. Pengangkatan non bedah
Beberapa metode non bedah digunakan untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu.
Meskipun komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya perdarahan, perforasi dan pankreatitis.

c. ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy)
Prosedur noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen.
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi:
a. Sfingerotomy endosokopik
b. PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
c. Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
d. Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
a. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
b. Foto thoraks
c. Ektrokardiogram
d. Pemeriksaan faal hati
e. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
f. Terapi komponen darah
 g. Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama suplemen  hidrolisat protein  mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan luka dan mencegah kerusakan hati.
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain:
a)                           Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik.Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b)                          Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Gambar 8: Tindakan kolesistektomi

c)                           Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.
d)                          Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metil- ter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
e)                           Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

f)                            Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
Pemberian Terapi:
A.Ranitidin
Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50mg/ml injeksi.
Indikasi:Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina,ulkus  duodenum,hiperekresi asam   lambung (Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).
Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
B.Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi.
Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita.
Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.
C.Buscopan plus
Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.
Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastic pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh.NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.
G.             Asuhan Keperawatan

1.               Pengkajian

§    Aktifitas/Istirahat
              Gejala : Kelemahan
              Tanda : Gelisah

§    Sirkulasi
              Tanda : Takikardia, berkeringat

§    Eliminasi
              Gejala : Perubahan warna urine dan feses
              Tanda : Distensi abdomen.
              Teraba masa pada kuadran kanan atas.
              Urine gelap, pekat.
              Feses waran tanah liat,steatorea.

§ Makanan / Cairan
              Gejala : Anoreksia,mual.
              Tanda : adanya penurunan berat badan.
§ Nyeri/Kenyamanan
Gejala :Nyeri abdomen atas, dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan.Kolik epigastrium tengah sehubungan dengan makan.
Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Tanda :Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
ditekan; tanda murphy positif.

§ Keamanan
Tanda :
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).

§    Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala : Kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu.
Adanya kehamilan/melahirkan; riwayat DM, penyakit inflamasi
usus, diskrasias darah.
Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat: 3,4 hari.
Rencana pemulangan:
Memerlukan dukungan dalam perubahan diet/penurunan berat badan.

                    Pemeriksaan Diagnostik
§      Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).Bilirubin dan amilase serum:Meningkat.
§    Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline
           fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi bilier.
§    Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus  menurunkan    absorbsi vitamin K.
§    Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
§    Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik:Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualas duktus koledukus melalui deudenum.
§    Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ).
§    Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Catatan:kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
§    Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.
§    foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu.
§    Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebapkan penyebaran nyeri.



ANALISA DATA
DATA
MASALAH
ETIOLOGI
Ds : klien mengatakan nyeri pada abdomen atas dapat menyebar kepunggung atau bahu kanan Nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam 30 menit.
Do :
ü  Klien tampak gelisah.
ü  Klien tampak memegangi perut bagian atas.
ü  Skala nyeri klien 3
Gangguan rasa nyaman nyeri.
Obstruksi dan proses pembedahan.
Ds : klien mengatakan tidak nafsu makan.
Do :
ü  Berat badan menurun.
ü  Klien hanya menghabiskan ½ porsi makanan.
ü  Klien tampak lemah.
Ketidakseimbangan nutrisi di dalam tubuh.
Tidak adekuatnya dalam mengingesti dan mengarbsorpsi makanan.
Ds : klien mengatakan sering mual dan muntah serta berkeringat.
Do :
ü  Muntah > 4x
ü  Mukosa kering
ü  Turgor kulit tidak elastis.
Defisit volume cairan didalam tubuh.
Kehilangan cairan yang berlebihan (mual,muntah,berkeringat).


DIAGNOSA KEPERAWATAN
1)        Nyeri akut b.d agen injuri fisik (obstruksi,proses pembedahan).
2)        Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk ingesti dan absorpsi.
       3).     Resiko defisit volume cairan b.d kehilangan cairan berlebihan (mual,muntah,drainase selan yang  berlebihan)

3 komentar:

  1. Terimakasih untuk artikelnya, informasi yang bermanfaat.

    http://obattraditional.com/obat-tradisional-batu-empedu/

    BalasHapus