BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Pedoman diagnosis dan terapi, 1994).Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).Intinya Enchepalitis adalah suatu infeksi yang mengenai cns yang disebabkna oeh virus atau mikroorganisme yang dapat menyebabkan radang jaringan otak.
A. Patofisologi
1.Etiologi
a.Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.
Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :
1). Infeksi virus yang bersifat epidermik :
a). Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
b).Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
2). Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3). Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.
b. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
c. Keracunan : arsenik, CO.
2. Perjalanan Penyakit
Penyebab (virus, toxin, racun) Masuk melalui kulit, sel nafas, dan sel cerna. Sehingga menyebabkan Infeksi yang menyebar melalui darah melalui sistem saraf yang kemudian memacu timbulnya Peradangan SSP dan menjadi factor pencetus Gangguan tumbang yang mempengaruhi Peningkatan TIK.
Perubahan perfusi Gangguan Disfungsi hipotalamus Nyeri kepala jaringan pertukaran gas menyebabkan Gangguan perfusi dan Gangguan rasa transmisi impuls jaringan cerebral sehingga terasa efek nyeri. Peningkatan suhu tubuh Hipermetabolik menyebabkan kejang sedangkan Perubahan nutrisi menyebabkan mual dan muntah sehingga sangat mempengaruhi neurologis Imobilisasi yaitu kelemahan karenag gangguan integritas kulit g angguan cairan dan elektrolit
1. Manifestasi klinik
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara umum gejala berupa ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun.
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar, menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor, letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan kadang-kadang kelumpuhan.
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia.
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan mental
Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh:
1. berat dan lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat
2. patogenesitas agen yang menyerang
3. kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita
C. Tanda dan gejala
1. demam yang tiba-tiba
2. sakit kepala
3. muntah
4. kepekaan penglihatan pada sinar
5. leher dan punggung yang kaku
6. kebingungan
7. keadaan mengantuk
8. Kecanggungan
9. gaya berjalan yang tidak mantap
10. mudah terangsang. Kehilangan kesadara
11. kemampuan reaksi yang buruk
12. serangan-serangan kelemahan otot
13. demensia berat yang tiba-tiba
14. dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan encephalitis.
D. Komplikasi
Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan :
1. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau cacar.
2. susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran
3. sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap
4. defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi.
5. Komplikasi pada bayi biasanya berupa :
· Hidrosefalus
· Epilepsi
· retardasi mental karena kerusakan SSP berat
E. Pemeriksaan penunjang
· Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
· Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
F. Penatalaksanaan medic
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.
2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
G. Asuhan Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-
4 hari , sakit kepala.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E , Coli, dll.
6. Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
7. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
- Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
- Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
- Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
- Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat
Dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
- Pola Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis
dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b. Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak
dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka
dilakukan latihan pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px
Ensefalitisdengan gizi buruk .Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke
jantung ,ginjal ,mudah terInfeksi berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan
kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan
- Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang
karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM Terbatas
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7. Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun
10. Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
Rencana keperawatan
1. Dx 1 : Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Ø Intervensi
1) Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2) Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
2. Dx 2 : Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak adanya/menurunkan sakit kepala.
Ø Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari kerusakan serebral
3. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah diastolic(tekanan darah yang melebar)
4. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan
R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi pada beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.
5. Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason, metilprednison(medrol)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
3. Dx 3 : Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Ø Intervensi :
1) Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2) Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3) Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4) Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
4. Dx 4 : Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :
menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Ø Intervensi :
1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan indikasi
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas pada cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi
2. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
3. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
4. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak tinggi sedikit pada meningitis
R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
5. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
6. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat, catatan : narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis
5. Dx 5 : Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum. Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus.
Ø Intervensi :
1. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)
R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan peralatan yang minimal(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada pemberi asuhan(nilai 4).
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh. Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien harus diubah posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam jangka waktu yang sangat terbatas.
3. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang geraK
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
4. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.
R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko terjadinya trauma jaringan.
6. Dx6: Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan criteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak ditemukan defisiensi nutrisi
Ø Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’
R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI
2. Kaji antropometri setiap hari
R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi
3. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi klien
4. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari makan pedas/terlalu asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi klien
5. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan
R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan diet
6. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan
R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori
7. Dx 7 : Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8. Dx`8 : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9. Dx 9 : Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10. Dx 10 : Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan :Tidak terjadi kontraktur
Kriteria hasil : -Tidak terjadi kekakuan sendi
-Dapat menggerakkan anggota tubuh
Ø Intervensi
1. Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2. Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/ Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3. Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/ Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan peR/usi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4. Observasi gejala kaerdinal setiap 3 jam
R/ Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan inteR/ensi segera
5. Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai Indikasi
R/ Diberi dilantin / valium ,bila terjadi kejang spastik ulang